GAMBIRAN NUO – Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Gambiran menyelenggarakan Lailatul Ijtima’ Jilid I pada Selasa malam (24/6/2025) di Kantor MWC NU Gambiran. Kegiatan ini merupakan agenda rutin bulanan yang diadakan setiap malam Rabu Pon. Fokus utama dalam pertemuan tersebut adalah kajian kitab klasik Hujjah Ahlussunnah Wal Jama’ah karya KH. Ali Ma’shum Krapyak, Yogyakarta — ulama besar yang dikenal sebagai penjaga otoritas keilmuan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja).
Kegiatan ini dihadiri oleh pengurus MWC NU, Lembaga NU dan badan otonom NU, jajaran pengurus ranting NU se-Kecamatan Gambiran, serta masyarakat umum. Kajian dipimpin langsung oleh KH. M. Syamhudi Al-Faqih selaku Rais Syuriah MWC NU Gambiran, yang memulai dengan pembacaan teks kitab, kemudian dilanjutkan dengan pemaparan poin-poin penting serta diskusi terbuka yang bersifat dinamis dan inklusif.
Dalam sambutannya, Ketua Tanfidziyah MWC NU Gambiran, Takad Wahyudi, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar forum pertemuan struktural, melainkan sarana konsolidasi spiritual dan ideologis yang sangat penting dalam menjaga marwah Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Ia mengajak seluruh komponen NU untuk menjadikan Lailatul Ijtima’ sebagai wadah tafakkur dan penguatan kebersamaan.
Kajian malam itu menyoroti berbagai aspek fundamental dalam memahami agama. KH. Syamhudi menekankan bahwa gelar ulama bukan sekadar simbol, tetapi mengandung tanggung jawab besar atas ilmu yang dimiliki dan diamalkan. Seorang alim sejati adalah mereka yang benar-benar memahami dan menghidupkan nilai-nilai ilahiah dalam kehidupan nyata.
Al-Qur’an dijelaskan sebagai sumber segala keterangan, mencakup petunjuk dunia maupun akhirat. Ketika hati merasa gundah, kembalilah kepada Al-Qur’an, karena di dalamnya terkandung ketenangan, ketundukan makhluk dalam bentuk tasbih, doa-doa para malaikat, serta seluruh bentuk penghambaan yang tulus kepada Sang Pencipta. Al-Qur’an tidak hanya sebagai bacaan, tapi juga pedoman hidup yang menyeluruh. Maka dari itu, memahami dan mengamalkannya adalah kewajiban, dan apabila tidak memahaminya, hendaknya bertanya kepada para ahli yang memiliki otoritas keilmuan.
Dalam proses memahami ajaran Islam, hadist juga menjadi rujukan penting. Namun, KH. Syamhudi mengingatkan bahwa tidak semua hadist bisa serta-merta digunakan. Hadis harus selaras dengan kandungan Al-Qur’an. Jika bertentangan, maka hadist tersebut harus ditinggalkan, karena kemurnian ajaran Al-Qur’an tidak boleh dikompromikan.
Lebih lanjut, beliau menyampaikan bahwa Allah tidak melihat bentuk fisik atau pakaian seseorang, melainkan menilai keikhlasan dan ketulusan hati. Oleh karena itu, setiap langkah hidup harus didasarkan pada tiga pilar utama: Al-Qur’an, Hadist, dan ijtihad para ulama. Dalam menjalani hidup, kesabaran menjadi pondasi utama, namun juga merupakan ujian berat yang tidak semua orang mampu menjalaninya.
Lailatul Ijtima’ ini tidak hanya menjadi ruang intelektual, melainkan juga spiritual, yang menjembatani pemikiran klasik dengan realitas kehidupan kekinian. Melalui kajian kitab Hujjah Aswaja ini, MWC NU Gambiran berharap tercipta generasi Nahdliyin yang kokoh dalam prinsip, cerdas dalam menyikapi zaman, dan teguh dalam nilai-nilai Aswaja. (NUOB)
Editor: Ahmad Deni Dibyantoro
Kontributor: Aris Taufik Kurrohman